Kecerdasan buatan dibuat agar mampu meningkatkan efisiensi dan mempermudah pekerjaan manusia. Sistem kecerdasan buatan memang diprogram agar bisa berpikir secara mandiri membantu kita dalam mengatasi permasalahan rumit di kehidupan.
Perkembangan AI saat ini menjadi perbincangan setiap saat, memang dari segi positif bisa membantu namun sisi lain memperlihatkan bagaimana kejamnya AI menggantikan manusia, ribuan karyawan terkena pemutusan kontrak akibat kecerdasan buatan yang semakin canggih.
Perusahaan seperti Microsoft menginvestasikan dana sebesar Rp 1.295 triliun untuk membangun pusat data berguna mendukung perkembangan AI meskipun mahal dalam jangka waktu panjang bisa mengurangi biaya tenaga kerja, pelatihan karyawan dan human error.
Dengan ini perusahaan tidak perlu membayar gaji, tunjangan, atau cuti untuk AI seperti yang mereka lakukan untuk karyawan manusia. Lantas apakah manusia akan sepenuhnya digantikan AI dan bagaimana perkembangan kecerdasan buatan sampai bisa canggih seperti sekarang ini?
Konsep awal kecerdasan buatan
Konsep Kecerdasan Buatan mulai berkembang tahun 1936 dari pemikiran Alan Turing, ini tercantum dalam makalah On Computable Numbers, with an Application to the Entscheidungsproblem, dimana ia menciptakan konsep Machine Turing sebagai model dasar komputasi modern.
Model ini dirancang untuk mengetahui proses komputasi berjalan secara sistematis dengan mengikuti aturan tertentu. Machine Turing dapat membaca dan menulis serta memproses informasi sesuai dengan aturan berbasis algoritma, konsep ini membuktikan bahwa perhitungan matematika ternyata tidak dapat diselesaikan secara otomatis menggunakan mesin.
Konsep Machine Turing menunjukan tetap ada batasan dalam komputasi, tidak semua persoalan bisa diputuskan oleh mesin. Masalah ini kemudian memantik Alan Turing dengan mengeluarkan makalah kedua Computing Machinery and Intelligence.
Memiliki perbedaan dari makalah pertama, dalam Computing Machinery and Intelligence ada sebuah tanda tanya apakah mesin bisa dianggap cerdas? maka Alan membuat Test Turing sebagai metode untuk menguji apakah mesin dapat meniru respons manusia dalam percakapan yang menjadi dasar bagi pengembangan kecerdasan buatan modern saat ini.
Konferensi Dartmouth dan Revolusi AI
Pertemuan tahun 1956 menjadi titik peneliti berkumpul untuk membahas kecerdasan buatan, konferensi yang diadakan di amerika serikat ini dihadiri lebih dari 100 peneliti saling bertukar pikiran mengenai kecerdasan buatan di masa depan nanti.
Dari sinilah istilah kecerdasan buatan muncul, kata ini bisa diartikan sebagai niat mengembangkan mesin bukan hanya sekedar kalkulator melainkan mitra yang mampu mendorong melampaui keterbatasan manusia.
Program paling awal yang akan dibuat sangat dominan tujuannya agar bisa memecahkan masalah matematika sampai mesin bisa memahami bahasa manusia, mereka mulai mengembangkan program dan optimis akan bisa meraih keberhasilan dalam waktu dekat.
Di tahun 1959 Arthur Samuel memperkenalkan istilah machine learning dan menciptakan program catur yang bisa belajar sendiri dengan memperbaiki strateginya berdasarkan pengalaman hingga berkembang sampai zaman modern ini.
Kecerdasan buatan mengancam manusia
Kecerdasan buatan memang semakin canggih sampai elon musk dalam wawancaranya mengatakan AI lebih bahaya dari ancaman nuklir namun kita akui kecerdasan buatan kalau tidak bisa dimanfaatkan dengan baik akan membuat manusia semakin tidak diuntungkan.
Sekarang ini layanan administrasi secara perlahan mulai digantikan oleh robot karena dari segi ekonomi lebih menguntungkan perusahaan. Beruntung kecerdasan memang bisa dikategorikan teknologi canggih namun tetap ada kelemahan AI tak akan bisa menghasilkan karya seni dan tulisan dari imajinasi manusia.
Manusia perlu beradaptasi dengan perubahan ini, bukan hanya dengan melawan AI tetapi dengan berkolaborasi dengannya. AI tidak seharusnya dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai alat yang dapat membantu manusia meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
AI mungkin akan menggantikan pekerjaan tertentu tetapi bukan berarti AI akan menggantikan manusia sepenuhnya. Manusia tetap memiliki peran yang tak tergantikan dalam kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan etis. Masa depan akan lebih berfokus pada bagaimana manusia dan AI dapat bekerja bersama untuk menciptakan inovasi dan perkembangan teknologi yang lebih baik.
Hebat juga kecerdasan buatan
BalasHapus