Antara Tarif dan mengeluh, Dilema Hidup Menjadi Driver Online
OpiniKadang saya dihadapkan dengan rasa bingung mengenai dinamika kehidupan driver online di jalanan, dari lima tahun terakhir trend pendapatan semakin menurun tetapi permintaan menjadi driver online masih memiliki daya tarik tersendiri, ini bisa menjadi pertanda baik bahwa permintaan jasa tetap masih ada walaupun tidak sebanyak dulu.
Saya sudah tahu asam dan manis kehidupan menjadi driver selama 6 tahun. Memang harus diakui masa keemasan ojol sudah lama habis dilahap waktu, saya pun merasakan. Pendapatan driver online dulu bisa bersaing bahkan lebih tinggi dari gaji pegawai negeri, namun untuk sekarang tak akan cukup memenuhi kebutuhan istri dan anak.
Sekitar tahun 2017 sampai 2020 jadi driver online memang sangat menjanjikan, kerja fleksibel dan penghasilan masih lumayan tapi semakin kesini, saya mulai sadar fleksibel itu artinya harus siap kerja kapan saja, bahkan saat badan sudah letih. Terkadang harus rela berkorban dengan bekerja 10 sampai 12 jam sehari.
Dulunya bisa pegang 200-300rb pendapatan kotor setiap hari, sekarang ini 100rb itu akan sulit didapatkan, fenomena ini muncul karena waktu itu pandemi sedang melanda, dari sini mulai pendapatan saya tergerus setiap tahun ditambah tidak ada harapan pasti permintaan pelanggan bakal ramai, dan sering muncul dugaan pekerjaan ini tidak lagi akan memberikan jaminan seperti dulu.
Perang tarif antar aplikator
Dari sini saya akan coba sedikit membahas persoalan tarif menjadi hal paling disuarakan kawan-kawan driver online sampai sekarang pasalnya ini sudah pasti akan merugikan driver online. Penetapan tarif sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah, ada ketentuan batas minimal harga yang ditawarkan.
Tapi tidak semua aplikator menaati kebijakan yang dibuat, Ini bisa disebabkan karena pesaing lain yaitu maxim mulai masuk di indonesia dengan harga murah, apakah salah? tentu tidak. Saat grab dan gojek masa bakar-bakar uangnya habis otomatis harga akan dinaikan untuk menutupi biaya bakar-bakar uang.
Disinilah celahnya, maxim mulai masuk menawarkan harga yang lebih murah. Bisa kamu bandingkan ketiga layanan antara maxim, gojek dan grab di antara mereka bertiga Maxim unggul soal harga, pasti konsumen berpikir akan beralih ke layanan maxim yang lebih murah dengan pelayanan sama, itu memberikan dua keuntungan sekaligus.
Gojek dan Grab merespon kehadiran maxim dengan mulai ikut-ikutan turunkan harga dengan membuat program tarif hemat, siapa yang paling dirugikan? pastinya driver. Belum lagi mikirin bensin dan service agar performa motor tetap bisa jalan, tidak heran rata rata driver sering melakukan tuntutan agar sistem ini harus diperbaiki, namun sepertinya peluang keberhasilan hampir mustahil diterapkan
Potongan komisi yang tak sesuai
Sakit rasanya melihat potongan komisi yang dibebankan driver tak sesuai aturan, sampai detik ini masih menjadi isu utama bagi saya. Komisi yang dipotong dari saldo driver terus menjadi beban pasalnya dari tiga aplikator hanya maxim yang menetapkan komisi 15 persen lainnya seperti gojek dan grab masih diatas 20 persen.
Ketentuan yang dibuat pemerintah sudah jelas namun masih saja penerapan potongan komisi ini kurang bisa diterima. Ada kalanya perjalanan jauh dengan waktu tempuh lama, tapi setelah dipotong komisi hasilnya seperti hanya cukup untuk beli sebungkus nasi. Yang lebih bikin miris, sistem potongan ini sering tidak transparan.
Bukan Sekadar Mengantar
Mungkin ada orang berpikir jadi ojol itu mudah cuma mengantar penumpang atau cuma kirim barang, kenyataannya tidak seperti itu. Saya sering menghadapi tantangan dari cuaca sampai kendala barang yang saya kirim ternyata penerimanya tidak ada di rumah.
Paling parah tidak ada nomor yang bisa dihubungi, dengan berat hati harus menunggu lama sekali, saya pernah menunggu 3 jam penuh cuma menunggu balasan customer karena alamat tidak lengkap. Akhirnya waktu terbuang sia-sia dan cuma bisa pasrah melanjutkan bekerja.
Tekanan mental dari driver online memang harus diterima, saya harus menyesuaikan kondisi dan siap menghadapi macet berjam-jam hingga resiko kecelakaan yang selalu mengintai. Saya melihat tidak sedikit driver di jalan sedang demam tetap narik, karena jika tidak tak akan dapat penghasilan.
Disisi lain,saya juga menghadapi tekanan psikologis dari sistem rating satu bintang dari penumpang bisa berdampak besar terhadap kinerja akun. Sistem tidak melihat kondisi di lapangan apakah rute memang padat, atau penumpang telat muncul semua yang dinilai hanya hasil akhir. Kadang saya harus menahan emosi saat diperlakukan tidak sopan, karena membalas akan membuat akun saya ‘dinonaktifkan’.
Hikmah dan harapan
Meski begitu, di balik segala keluhan, ada juga banyak pelajaran. Menjadi driver online mengajarkan saya tentang kesabaran, tentang menghargai setiap rejeki sekecil apapun, dan tentang pentingnya solidaritas sesama driver di jalanan.
Meski begitu di balik keluhan ada juga pelajaran, menjadi driver online tak selamanya buruk. Saya sudah 6 tahun bekerja di bidang ini dan mendapatkan pelajaran berharga tentang menghargai setiap uang yang dihasilkan dari keringat kerasnya dunia.
Bagi saya, solidaritas antara semasa driver sangat kompak. Tiap klakson, dibalas dengan anggukan dari driver lain adalah sebuah tanda bahwa kita sama-sama berjuang mencari nafkah untuk keluarga.
Saya tidak menulis ini untuk mengeluh semata tap hanya ingin dunia tahu di balik layar aplikasi yang mudah diakses itu, ada ribuan orang seperti saya yang berusaha keras bertahan hidup.
Mungkin, ke depan, saya berharap ada lebih banyak kebijakan yang benar-benar berpihak pada driver. Bukan hanya promo untuk penumpang, tapi juga perlindungan dan kesejahteraan untuk kami yang menghidupkan aplikasi ini setiap hari.