Tik Tok menjadi salah satu media sosial paling populer saat ini, pengguna aktif bulanan mencapai 1.5 miliar dan sekitar 40% generasi muda menggunakan Tik Tok sebagai alternatif mencari informasi menggantikan Google.
Perubahan trend ini menunjukan generasi muda lebih suka mencari informasi dalam video singkat sekitar 15-40 detik dibandingkan artikel panjang di Google atau menonton Youtube. Fenomena ini sebagai tanda kemajuan teknologi yang tak bisa dihindari.
Kehadiran Tik Tok bukan berarti tidak terlepas dengan dampak buruk, terkadang tanpa disadari bisa merusak apabila digunakan secara berlebihan hingga berpotensi merusak kesehatan mental.
Perbandingan sosial
Penggunaan sosial media terutama Tik Tok disarankan hanya boleh digunakan 2 jam perhari, hal ini bertujuan menghindari kelelahan mental pengguna. Namun apa jadinya apabila melebihi batas yang ditentukan?
Bukan kelelahan mental saja yang terjadi jika dibiarkan bisa membentuk sifat bias seperti membandingkan hidup kita dengan orang lain yang belum tentu benar sesuai realita kehidupan.
Banyak konten di TikTok menampilkan gaya hidup mewah, dengan ratusan mobil. Padahal jalan menuju kesuksesan sangat beragam dan tidak mudah. Lama kelamaan memicu sikap membandingkan diri sendiri dengan kehidupan sosial dengan orang lain.
Kecanduan
Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai hiburan sejenak, sering kali berubah menjadi kebiasaan yang sulit dikendalikan. TikTok menggunakan sistem algoritma berbasis preferensi yang sangat efektif dalam mempertahankan perhatian pengguna.
Fitur infinite scroll dan konten yang terus disesuaikan dengan minat membuat kita betah berlama-lama, bahkan tanpa sadar. TikTok memicu pelepasan dopamin di otak secara cepat dan berulang.
Menciptakan pola kecanduan serupa dengan permainan atau zat adiktif. Ketika tubuh terbiasa dengan gratifikasi instan ini, kita menjadi lebih sulit untuk menikmati aktivitas yang memerlukan kesabaran dan fokus
Hidup semakin berantakan
Akibat langsung dari kecanduan ini adalah terganggunya rutinitas harian. Waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja, belajar, atau berinteraksi secara langsung dengan orang lain, tergerus oleh konsumsi konten yang tiada habisnya.
Tidak jarang seseorang menunda pekerjaan penting hanya untuk menonton satu video lagi. Penggunaan media sosial yang berlebihan berdampak signifikan pada performa akademik dan kualitas tidur.
Ketika penggunaan TikTok tidak dibatasi, kehidupan sehari-hari menjadi kacau, dan kita pun kehilangan kendali atas waktu
kurang bisa konsentrasi
Konten di TikTok bersifat singkat, padat, dan penuh stimulasi visual. Hal ini menyebabkan otak terbiasa dengan pola konsumsi informasi yang cepat dan dangkal.
Akibatnya, saat dihadapkan pada aktivitas yang memerlukan fokus dan perhatian penuh, seperti membaca atau belajar, otak tidak lagi mampu bertahan lama.
Kebiasaan berpindah dari satu video ke video lain menciptakan kondisi di mana perhatian mudah teralihkan.
Ini menghambat kemampuan kita untuk menyelesaikan tugas dengan baik, bahkan dalam hal-hal kecil seperti mendengarkan orang lain atau menyelesaikan pekerjaan rumah.
Daya nalar berkurang
Kelebihan informasi dari TikTok tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan wawasan. Sebaliknya, banjir informasi yang cepat dan beragam justru membuat kita kehilangan kemampuan untuk memilah dan memahami dengan mendalam.
Ketika otak terus-menerus disuguhi potongan informasi tanpa konteks, proses berpikir kritis mulai melemah. Kita terbiasa menerima informasi tanpa bertanya, tanpa mencari tahu lebih lanjut. Dalam jangka panjang, hal ini mengikis daya analisis dan menghambat proses belajar yang sehat.
Dengan membatasi penggunaan TikTok di smartphone bukan berarti anti terhadap kemajuan. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk kesadaran untuk menjaga kepribadian yang lebih baik.